NOTIFIKASI DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL
Secara definisi dalam arti luas, dimulai dari apa itu notifikasi dalam bahasa Indonesia. Notifikasi adalah pemberitahuan atau penginformasian. Kalau diliat dari pengertian dalam hukum internasional, lebih spesifiknya perjanjian internasional notifikasi adalah suatu kewajiban dalam perjanjian internasional yang menuntut anggota perjanjian tersebut untuk menginformasikan atau memberitahukan kepada anggota .lain yang menghadiri perjanjian (Negara lain yang melakukan perjanjian) bila mempunyai suatu kebijakan yang telah di sepakati. Makna dari pengertian tersebut adalah ketika Negara mempunyai hambatan dalam percobaan suatu pembuatan undang-undang atau kebijakan yang telah di sepakati. Negara yang mengajukan kebijakan atau undang-undang tersebut akan mempraktekkannya di Negara mereka sendiri, ketika itu berhasil maka Negara tersebut wajib menotifikasi tentang percobaan tersebut, baik dari segi hambatan maupun efektivitas dari pemberlakuannya. Adapun contoh yang relevan kan di bahas adalah tentang perjanjian antara Indonesia dengan republik rakyat china tentang keamanan hasil perikanan.
· PENANDATANGANAN PERJANJIAN ANTARA INDONESIA DAN CHINA DALAM BIDANG KEAMANAN HASIL PERIKANAN
. Dalam upaya meningkatkan ekspor hasil perikanan Indonesia, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) secara konsisten melakukan upaya memperkuat pembinaan mutu untuk menjamin keamanan pangan/food safety, tidak saja pada Unit Pengolahan Ikan (UPI) tapi juga pada kegiatan produksi bahkan pra produksi seperti hatchery. Selain itu, peningkatan akses pasar seperti penurunan tarif bea masuk impor di negara tujuan ekspor seperti Jepang mulai bulan Juli 2008. Kelancaran pengeluaran barang dari pelabuhan masuk seperti Uni Eropa mulai september 2008, dan pencabutan embargo, seperti olahan Cina mulai Februari 2008.
Belajar dari pengalaman embargo impor hasil perikanan indonesia oleh Cina pada bulan September 2007, setelah cina lakukan inspeksi ke UPI di Indonesia pada bulan Februari 2008, embargo dicabut dan sejak Maret 2008 Indonesia dan Cina persiapkan “perjanjian kerjasama”. Pembahasan panjang sekitar 7 bulan telah capai puncaknya dengan ditandatanganinya “perjanjian kerjasama tentang jaminan keamanan hasil perikanan' oleh Dr. Martani Huseini, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan-DKP, dari Indonesia dan Dr. Yu Taiwei, Dirjen Keamanan Pangan, dari Cina tgl 11 Nopember 2008 di Beijing. Ini merupakan capaian penting untuk kelancaran ekspor hasil perikanan khususnya ke Cina sebagai pasar yang sangat besar.
Muatan penting perjanjian antara lain:
A. saling pengakuan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan berbasis konsep HACCP digunakan sebagai rujukan.
B. secara 'reciprocal' masing-masing negara kirimkan daftar eksportir yang dinilai penuhi syarat lakukan ekspor.
C. kelancaran penyampaian notifikasi jika Negara importir menemukan masalah pada hasil perikanan yang diimpor.
saling lakukan inspeksi ke UPI di negara pengekspor. Perjanjian berlaku untuk 5 tahun dan dapat diperpanjang.
Perjanjian kerjasama ini sangat strategis nilainya bagi Indonesia:
a) konsistensi dan komitmen penuh Indonesia terhadap keamanan pangan/hasil perikanan,
b) fasilitasi akses pasar ekspor yg akan meningkatkn kelancaran pemasaran ke Cina sebagai pasar ekspor ke 4 terbesar Indonesia setelah USA, Jepang dan Uni Eropa,
c) meningkatkan pengendalian impor hasil perikanan di mana pemerintah Cina akan makin mengawasi ekspor ke Indonesia terutama dalam menghadapi dampak krisis keuangan.
Ditandatanganinya perjanjian kerjasama ini bertepatan dengan Bulan Mutu Indonesia dengan dicanangkannya 'Qualisafe' - penegasan kembali komitmen Indonesia terhadap keamanan pangan. Pada Pertemuan kedua Dirjen di Beijing, pihak 'general administration of quality supervision, inspection and quarantine' (AQSIQ) Cina siap menerima petugas pembinaan mutu hasil perikanan dari Indonesia untuk magang di Cina sehingga dapat meningkatkan kesamaan persepsi dalam pengawasan mutu. Ekspor hasil perikanan Indonesia ke Cina US$ 37, 5 juta pada tahun 2007 dan meningkat menjadi US$ 55,8 juta pada tahun 2008.
ASEAN TRADE IN GOODS AGREEMENT (ATIGA)
1. ATIGA ditanda tangani oleh Para Menteri Ekonomi ASEAN pada saat ASEAN Summit Ke-14 tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand. Perjanjian ini merupakan kodifikasi atas seluruh kesepakatan ASEAN dalam perdagangan barang (trade in goods), baik dalam CEPT Agreement maupun keputusan-keputusan penting lainnya oleh Kepala Negara/ Pemerintahan ASEAN dan oleh para Menteri Ekonomi ASEAN yang tertuang secara terpisah dalam berbagai bentuk dokumen hukum lainnya seperti protokol.
2. ATIGA akan menjadi dokumen hukum penting terkait dengan kesepakatan ASEAN dalam perdagangan barang, yang akan menggambarkan peta penurunan/penghapusan tariff bea masuk dan penghapusan hambatan non-tarif ke depan dengan jelas, sehingga memberikan kepastian hukum bagi pelaku bisnis baik di bidang perdagangan maupun investasi di negara anggota ASEAN. Kesepakatan lainnya mencakup Rules of Origin (ROO), fasilitasi perdagangan, kepabeanan (customs), standards, technical regulations and conformity assessment procedures, sanitary and phytosanitary measures (SPS), trade remedy measures, serta pengembangan kerjasama dengan sektor swasta.
3. ATIGA terdiri dari 11 Chapter (98 Artikel) Perjanjian ini akan diberlakukan setelah seluruh negara anggota ASEAN melakukan notifikasi atas kesiapan implementasi atau menyampaikan instrumen ratifikasi kepada Sekretaris Jenderal ASEAN dalam jangka waktu 180 hari sejak penandatangan perjanjian.